Selasa, 01 November 2011

Diary Hari

Sekolah sudah sangat sepi ketika Hari hendak pulang. Ketika melewati gerbang, ia melihat Deni di depan gerbang. Deni menatap tajam ke arah Hari. Tatapannya penuh amarah. Deni menghampiri Hari. Hari hanya memperhatikan tingkah sahabatnya itu. Ketika jarak mereka berdua hanya tinggal beberapa senti, Deni menarik kerah baju Hari. Tak lama tinju Deni telah bersarang di perut Hari dan kemudian beralih kebagian tubuh yang lainnya. Hari yang tak siap dengan serangan dari sahabatnya itu tak bisa berkutik.

"STOOP..!" teriak Cinta yang melihat kejadian itu. Ia berusaha menghentikan perkelahian itu. "Deni apa yang kamu lakukan?" tanya Cinta setelah tinju Deni berhenti bersarang di tubuh Hari.

"Pengkhianat seperti dia memang pantas mendapatkannya," jawabnya dengan suara lantang penuh amarah.

"Aku telah salah menilaimu," ucap Cinta sambil memapah Hari menjauh dari tempat itu.

"Hey..pengkhianat kau benar-benar pantas mendapatkannya!" teriak Deni ketika Cinta dan Hari sudah agak jauh.

Ketika hendak pergi, Deni melihat sebuah buku tergeletak tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia mengambil buku itu. Buku itu berwarna coklat dan terlihat sangat rapi. Sepertinya buku itu amat berharga bagi pemiliknya. Ia memasukan buku itu ke dalam tas lalu berjalan menuju motornya di parkiran dan berlalu meninggalkan sekolah.

Sesampainya di rumah, Deni langsung masuk ke dalam kamar dan merebahkan diri di atas kasur empuknya. Ia teringat dengan buku yang ditemukannya tadi. Ia ambil buku itu dari dalam tas, dengan penasaran ia membuka buku itu. Lembar demi lembar ia baca. Ternyata itu adalah buku diari Hari (gak apa-apakan cowok nulis diari?). Terkadang ia tertawa ketika membaca isi diari sahabatnya itu.

"Ah..buat apa gua baca diari si pengkhianat itu," Deni seakan teringat dengan kebenciannya terhadap Hari kemudian melempar buku itu ke pojok kamar.

Seminggu telah berlalu. Pertengkaran antara Hari dan Deni belum juga berakhir.

"Har, gimana hubunganmu dengan Deni?" tanya Cinta ketika berjalan hendak pulang sekolah.

"Masih sama kayak kemarin-kemarin. Aku benar-benar gak ngerti jalan pikirannya. Tiba-tiba dia jadi berubah seperti itu," jawab Hari.

"Mungkin ada kesalahpahaman diantara kalian,"

"Entahlah,"

"Apa kamu udah coba bicara dengannya?" tanya Cinta.

"Belum, dia selalu menjauh sejak kejadian tempo hari,"

Dari belakang Deni memperhatikan mereka berdua. Kemudian dengan berlari menyusul mereka dan dengan sengaja menyenggol pundak Hari. Ketika hendak menyeberang ia tak melihat ada sebuah mobil melaju dengan cepat. Hari yang melihat hal itu kemudian berlari untuk menyelamatkannya. Hari mendorong Deni ke tepi jalan namun naas, ia tak sempat menyelamatkan diri dan akhirnya tertabrak. Deni yang terjatuh ke tepi jalan sempat melihat kejadian itu kemudian tak sadarkan diri akibat kepalanya sempat membentur tembok. Deni sadarkan diri. Sedikit demi sedikit penglihatannya kembali normal. Ia sudah berada di dalam kamar. Seorang wanita paruh baya terduduk di sampingnya.

"Kau sudah sadar,nak" ucap ibu itu.

Deni mengangguk.

"Untung kamu tak apa-apa,"

"Bu bagaimana dengan Hari?" tanya Deni kepada ibunya.

"Dia..dia masuk Rumah Sakit. Sekarang ia sedang kritis," jawab ibunya gugup.

"Apa? kalau begitu aku harus ke sana," ucap Deni cemas.

"Tenanglah. Sekarang kamu harus istirahat dulu," ucap ibunya mencoba menenangkan.

"Tapi bu.."

"Sudahlah, besok baru kita ke sana. Sekarang lebih baik kamu istirahat dan berdoa untuk dia,"

Deni hanya bisa diam menuruti ucapan ibunya. Kalau pun ia pergi ke Rumah Sakit, ia tak kan bisa berbuat apa-apa. Deni termenung. Terekam kembali kejadian beberapa hari yang lalu. Ia sadar betapa kejam sikapnya. Perasaan cemburu telah menutup mata hatinya.

Kini Deni sendiri di dalam kamar. Ibunya telah pergi dari kamarnya. Ia teringat dengan buku yang ditemukannya seminggu yang lalu. YA, diari Hari. Dengan langkah gontai ia mencari buku itu. Setelah menemukannya ia kembali merebahkan diri di atas kasur. Ia buka lembar demi lembar sambil membacanya. Hingga hampir ke halaman terakhir.

*Diari..hari ini perjuanganku berbuahkan hasil. Akhirnya Cinta menerima pernyataan cinta sahabatku. Saking bahagianya secara tak sadar aku memeluknya. Aku tak sabar melihat wajah bahagia Deni dan tak sabar juga menerima teraktiran darinya (hehe). Hari ini berakhir profesiku sebagai Mak Comblang mereka berdua.*

Itulah isi diari Hari yang sedang Deni baca. Deni kembali teringat kejadian beberapa minggu lalu. Ketika ia melihat Hari sedang berduaan dengan Cinta. Saat itu, ia melihat Hari memeluk Cinta. Padahal Hari tau Cinta adalah gadis yang ia sukai. Dan Hari pun telah berjanji akan membantu hubungannya dengan Cinta. Namun, Hari menusuknya dari belakang. Kejadian itulah yang merubah sikap Deni dan yang membuatnya berpikir Hari adalah pengkhianat. Namun semua itu ternyata hanyalah kesalahpahaman. Air mata Deni tumpah. Ia menyesal telah berbuat kejam terhadap Hari. Ia menyesal telah menuruti amarahnya tanpa mencoba mencari tahu yang sebenarnya.

by. Raka Senkoukura

Tidak ada komentar:

Posting Komentar