Selasa, 08 November 2011

Secerah Merah Darah

Pagi itu, pagi yang cerah. Langit bersih tanpa awan. Sekelompok anak bermain dengan ramainya, sangat ramai. Kebetulan sekolah libur dan tak ada tugas rumah yang harus diselesaikan, sepertinya begitu.

Sebuah tanah lapang di ujung jalan yang dekat dengan rumah mereka, menjadi tempat favorit habiskan waktu makhluk-makhluk polos itu. Mereka berlari kesana kemari, berteriak begitu begini. Entah apa yang mereka mainkan, aku sendiri tak mengerti, hanya mengamati dan tersenyum sesekali. Gelak tawa mereka terdengar hingga surga, rona wajah mereka penuh warna tanpa dosa. Hari ini cerah dan mereka seolah tak ada lelah, tak ada payah, bahkan ingin terus menambah.
Saat angin mulai kencang, kulihat mereka mulai menaikkan layangan. Salah satu dan satu-satunya anak yang memiliki layang-layang dibantu teman-temannya mencoba mengudara.Layang-layang yang membuat siapapun yang melihatnya senang. Layang-layang tanpa motif yang berwarna merah di kedua sisinya, layang-layang itu tampak menyala, tampak mempesona.

Seolah menyampaikan pesan damai, layang-layang itu terus melambai. Menarik ratusan pasangan mata untuk melihatnya. Angin semakin kencang membawanya, semakin susah payah anak itu mengendalikannya, teman-temannya terus memberi semangat meskipun sudah tampak lelah.
Hingga akhirnya, putuslah benang pengikat jiwa. Layang-layang itu terlepas, terhempas seolah angin yang merampas. Anak-anak bersorak. Entah karena kecewa atau sebaliknya. Mungkin karena sekarang terbuka pintu untuk memilikinya, memiliki layang-layang tanpa motif dengan warna merah di kedua sisinya, memiliki layang-layang yang mempesona.
Mereka semua berlari. bahkan yang tadinya hanya melihat layang-layang itu terbang juga mencoba menghampiri. menguji peruntungan siapakah yang akan memiliki layang-layang menarik hati. Angin membawanya ke selatan, melewati beberapa pohon dan rerumputan. Kemudian tampak anak-anak melompati selokan. Ada yang terjatuh, tapi tak mengapa, toh mereka tampak bahagia. Aku sama sekali tak beranjak, hanya mataku yang terus bergerak. Mengikuti kemana mereka berlari, mengikuti kemana layang-layang itu berhenti.

Hingga ketika layang-layang itu mulai terbang merendah, bahkan sangat rendah. Seorang anak berhasil menggapainya, memilikinya, dan dia tampak sangat gembira dengan layang-layang ditangannya. Lega. belum sempat terlihat wajah kecewa dari kompetitor lainnya, wajah terkejut lebih cepat menghampiri mereka. Sambil bersorak riang, sang pemenang layang-layang meloncat senang, tanpa dia sadari sebuah truk besar membuatnya melayang. Sebuah truk besar menghentikan soraknya, sebuah truk besar menggagalkan loncatannya. Sebuah truk besar disana. berhenti dengan tiba-tiba. Dengan seorang anak bersimbah darah di depannya, dan sebuah layang-layang ditangannya, layang-layang yang mempesona. 
Anak-anak yang lain, orang-orang yang lain, aku dengan jiwaku yang lain, hanya bisa terdiam.

Pagi itu sangat cerah, secerah merah darah.

by.  Endah Aibara

1 komentar: